Wamen BUMN Ungkap Masalah LRT Jabodebek: Kereta Beda Spek, Jembatan Salah Desain

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo membeberkan masalah-masalah yang terjadi pada proyek LRT Jabodebek.
Dia menyebutkan ketiadaan integrator sistem pada proyek LRT Jabodebek berdampak pada kurangnya koordinasi antara pihak-pihak terkait dan adanya kesalahan desain pada prasarana kereta.
Salah satu kesalahan desain di rute LRT Jabodebek, yaitu jembatan lengkung bentang panjang (longspan) yang menghubungkan wilayah Gatot Soebroto dan Kuningan.
Tiko memaparkan LRT Jabodebek awalnya dipandang sebagai proyek yang mustahil terealisasi atau impossible mission. Pasalnya, kereta ini direncanakan beroperasi dengan sistem Grade of Automation (GoA) level 3 yang memungkinkan kereta ini beroperasi tanpa masinis.
Dia menjelaskan proyek LRT Jabodebek terbagi menjadi 6 komponen. Secara rinci, PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) memegang bagian prasarana, PT Industri Kereta Api atau Inka bertanggung jawab dalam pembangunan rangkaian kereta, PT LEN Industri (Persero) memegang masalah persinyalan.
"Selain itu, KAF bertanggung jawab dalam masalah permesinan kereta, Siemens bertanggung jawab dalam pengembang perangkat lunak [software] dan PT Indosat untuk bagian konektivitas," jelas Tiko dalam acara InJourney Talks secara daring, Selasa (1/8/2023).
Namun, saat Tiko pertama kali menangani proyek ini, LRT Jabodebek tidak memiliki integrator sistem (integrator system) atau penghubung. Padahal, proyek-proyek besar pada umumnya akan memiliki sistem integrator agar pengerjaannya dapat berjalan dengan optimal.
Pada akhirnya, Tiko pun membentuk Project Management Office (PMO) untuk LRT Jabodebek yang juga berfungsi sebagai penghubung antara komponen-komponen yang terlibat.
Salah Desain Jembatan
Salah satu akibat ketiadaan integrator sistem ini adalah kesalahan desain pada jembatan longspan dari Gatot Subroto ke Kuningan.
Tiko menuturkan, kesalahan tersebut terjadi akibat Adhi Karya, yang bertanggung jawab dalam hal prasarana, membangun jembatan tersebut tanpa menguji sudut kemiringan kereta.
Dia mengatakan jembatan tersebut seharusnya dibuat lebih lebar agar kereta dapat melaju dengan optimal. Akibatnya, rangkaian kereta LRT Jabodebek kini harus berbelok dengan kecepatan yang pelan, sekitar 20 kilometer per jam, saat melewati jembatan ini.
"Padahal, kalau tikungannya lebih lebar, dia bisa belok sambil speed up," jelasnya.
Kurangnya koordinasi antarkomponen pada proyek ini juga menimbulkan masalah lain. Tiko menyebutkan pihak Siemens sempat mengeluh karena 31 rangkaian kereta yang dibuat oleh Inka memiliki spesifikasi yang berbeda-beda.
Tiko menyebut, dimensi, berat, kecepatan, hingga pengereman kereta-kereta tersebut berbeda-beda satu sama lain. "Akibatnya, sistem software harus diperlebar toleransinya sehingga cost-nya pun naik," katanya.
Akibat kesalahan tersebut, Menteri BUMN, Erick Thohir bahkan sempat mengusulkan untuk mengganti konsep operasi LRT Jabodebek menjadi kereta dengan menggunakan masinis. Namun, dia mengatakan seluruh pihak-pihak yang terlibat dalam proyek ini masih yakin dapat menyelesaikan LRT Jabodebek dengan sistem otomatis.
"Ternyata setelah terlambat selama 3,5 tahun, barangnya jadi juga. Ini merupakan effort yang tingkat kedetailannya sangat tinggi dan sangat melelahkan," jelasnya.
Dia menambahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) rencananya akan meresmikan LRT Jabodebek pada 18 Agustus 2023. Sementara itu, target operasi komersial atau commercial operation date (COD) LRT Jabodebek akan dilakukan pada 28 Agustus 2023 mendatang.
Kereta Cepat Tanpa Akses
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo juga sempat jengkel dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Sebab, akses jalan dari stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung ternyata tidak direncanakan.
"Dengan PMO yang dibikin kompleks, saya missed satu hal. November tahun lalu saya baru realize, kita lupa mikirin akses stasiun. Ini juga saya sebel juga sama anak-anak KAI jadi akses stasiun belum dipikirin. Jadi Halim, Karawang nggak ada jalan akses ke tol sama ke jalan besar, baru kita dorong sekarang," katanya.
Pria yang akrab disapa Tiko itu mengatakan, Stasiun Karawang dan Padalarang akan terlambat dibuka. Dia menyebut, kalau Stasiun Karawang dibuka sekarang, maka tidak ada jalan aksesnya.
Dengan kata lain, stasiun dan kereta sudah ada, tapi tidak dipikirkan aksesnya.
"Makanya Karawang sama Padalarang akan terlambat, baru akhir tahun karena di Karawang itu kalau kita buka stasiunnya di depannya nggak ada jalan. Ini kok bisa kelewatan, stasiun jadi, keretanya ada, belum dibikin jalan di depannya. Itu bisa kelewatan juga," katanya.
"Saya bilang gimana dulu perencanaan bisa kelewatan masalah jalan nggak ada, baru sekarang mau dibangun," sambungnya.
Menurut Tiko, dalam pekerjaan proyek selalu muncul adanya titik buta atau blind spot. Maka itu, dalam sebuah tim harus saling mengingatkan.
"Even dengan PMO yang dibikin besar, karena saya fokus di delivery keretanya, lupa, baru November tahun lalu kita cek ternyata jalannya belum dibangun. Bahwa kita blind spot selalu muncul, kalau tim itu yang sehat, tim yang saling mengingatkan," jelasnya. (bisnis/detik/009)