Skip to main content

Hong Kong Punya Hotel Termahal untuk ”Menginap Selamanya”

HARGA properti di Hong Kong disebut sebagai yang termahal di dunia. Namun, harga rumah untuk orang mati di sana ternyata bisa lebih mahal daripada untuk orang hidup. Itulah fakta di wilayah bekas koloni Inggris itu menyusul dibukanya hotel mewah baru untuk ‘menginap selamanya’  Kolumbarium Shan Sum.

Hotel untuk menyimpan abu atau rumah peristirahatan terakhir itu per kotaknya sangat fantastis harga sewanya. Disebut harga termurahnya Rp807 juta, sementara yang mewah mencapai miliaran rupiah dengan masa sewa selama 10 tahun.

Dibangun setinggi 12 lantai, pengembang tentu sudah jeli menghitung prospek yang bagus di tengah makin sempitnya lahan pemakaman umum yang ada di sana.

Foto yang diambil per 7 Juni 2023 ini menunjukkan arsitektur asal Jerman, Ulrich Kirchhoff, berpose dengan latar belakang Kolumbarium Shan Sum yang ia desain.

Menara dengan 12 dengan serambi marmer dan lampu gantung mewah tersebut tampak seperti hotel baru di Hong Kong. Namun, bangunan itu sebenarnya adalah tempat penyimpanan abu jenazah yang dikremasi.

Dengan serambi marmer berwarna putih dan lampu gantung yang mewah, menara gedung berlantai 12 ini bisa disalahartikan sebagai hotel atau apartemen terbaru di Hong Kong. Menara gedung bernama Kolumbarium Shan Sum ini tampak layaknya hotel. Namun, hotel yang ini yang menawarkan waktu menginap yang lebih lama, jika tak selamanya.

Kolumbarium adalah struktur bangunan untuk menyimpan guci abu jenazah orang yang telah dikremasi. Istilah kolumbarium berasal dari bahasa Latin, columba atau merpati. Awalnya hanya merujuk pada struktur kotak-kotak kecil untuk kandang merpati.

Bangunan itu menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi ribuan orang di salah satu kota terpadat di dunia itu. Hong Kong kini memiliki penduduk sekitar 7,3 juta jiwa.

Menara ini adalah gagasan dari Margaret Zee, seorang pengusaha berusia lanjut yang menghasilkan kekayaannya di bisnis perhiasan dan real estat dan sekarang menjalankan yayasan amal atas namanya.

Menghormati orang mati itu penting dalam budaya China, kata Zee kepada CNN, dan banyak orang bersedia melakukan yang terbaik untuk menghormati tradisi tersebut.

“Perjalanan terakhir orang yang kita cintai bukan hanya agar mereka dapat menyeberang ke alam baka, tetapi juga bagi kita yang ditinggalkan di Bumi ini untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka,” kata Zee. “Ini bukan hanya untuk mengistirahatkan mereka, tetapi untuk memberikan kedamaian bagi mereka yang telah pergi.”

Zee menyadari ada kekurangan rumah untuk menghormati orang mati ketika dia berjuang untuk menemukan tempat untuk mengadakan peringatan dan menguburkan mendiang suaminya pada tahun 2007 dan dia merasa harus bertindak.

Di Hong Kong, ketidakcocokan penawaran dan permintaan yang sama yang telah mendorong harga real estat ke tingkat mimisan juga memengaruhi kolumbarium.

Pada dasarnya, di kota yang berpenduduk lebih dari 7 juta orang dan beberapa lingkungan terpadat di dunia, persaingan untuk mendapatkan ruang sedang memanas – baik untuk yang hidup maupun yang mati.

Meskipun Hong Kong bukanlah tempat yang kecil – luasnya 1.110 kilometer persegi sekitar 1,4 kali ukuran Kota New York – medan pegunungannya membuat sebagian besar tanahnya tidak cocok.

Dulu, keluarga yang berkabung harus menunggu sampai bertahun-tahun hanya untuk mendapatkan tempat untuk menyimpan abu orang yang mereka cintai. Kolumbarium Shan Sum baru dibuka bulan lalu. Tempat itu menawarkan 23.000 ceruk untuk menempatkan guci tempat abu.

Ini adalah bagian dari upaya pemerintah Hong Kong selama sepuluh tahun terakhir untuk mengurangi persoalan kurangnya lahan untuk pemakaman atau mengebumikan abu. Populasi kota yang menua dan tingkat kematian yang tinggi membuat kapasitas ruang guci milik pemerintahan sangat terbatas sejak 2010-an.

Seorang pekerja di Kolumbarium Shan Sum menunjukkan tempat-tempat penyimpanan abu jenazah yang telah dikremasi di Hong Kong, 7 Juni 2023. 

Seorang pekerja di Kolumbarium Shan Sum menunjukkan tempat-tempat penyimpanan abu jenazah yang telah dikremasi di Hong Kong, 7 Juni 2023.

Bangunan Kolumbarium Shan Sum yang bentuknya ramping dan modern itu adalah karya arsitek Jerman, Ulrich Kirchhoff (52). Kirchhoff memadukan unsur-unsur alam ke dalam semua ruangan untuk menciptakan nuansa perdesaan.

”Meski gedung apartemen ini untuk orang mati, suasananya lebih hidup dan hangat seperti di perdesaan,” kata Kirchhoff yang mengaku terinspirasi oleh kuburan tradisional China yang kerap kali berada di lereng gunung.

Kolumbarium Shan Sum memiliki desain garis-garis bergelombang, warna kehijauan, dan tekstur batu yang dipahat. Abu disimpan dalam kompartemen berornamen yang ukuran paling kecilnya 26 cm x 34 cm. Ruangannya dingin karena ber-AC.

Kirchhoff mendesain kamar di setiap lantai untuk memberikan keintiman. Ini berbeda dengan kolumbarium publik yang sempit dan terasa seperti berada di gudang. Sama seperti apartemen pada umumnya di Hong Kong, harga sewa unitnya tidak murah.

Ini membuat kolumbarium mewah seperti Shan Sum ini tak terjangkau oleh kebanyakan orang. Untuk ruangan dua orang saja, dijual seharga 58.000 dollar AS atau Rp 807 juta. Itu yang paling murah.

Sementara untuk paket paling mahal dan bisa untuk seluruh keluarga, harganya sampai 3 juta dollar AS atau Rp 45 miliar. Sementara, menurut data pemerintah, pendapatan rata-rata per bulan rumah tangga di Hong Kong saat ini sekitar 3.800 dollar AS atau Rp 57 juta.

Tempat-tempat seperti Shan Sum diciptakan sebagai upaya mengatasi kekurangan ruang guci di Hong Kong pada sepuluh tahun lalu. Pada waktu itu, jenazah yang dikremasi sering disimpan dalam laci di rumah duka selama bertahun-tahun sambil menunggu tempat terbuka atau ditempatkan di kolumbarium tanpa izin di kuil atau bangunan pabrik yang sudah direnovasi.

Sejarawan Chau Chi-fung, yang menulis buku tentang praktik pemakaman Hong Kong, mengatakan, krisis kelangkaan ruang guci itu bisa terjadi gara-gara hukum yang diberlakukan pemerintah kolonial Inggris puluhan tahun lalu sebelum Hong Kong diserahkan ke China pada tahun 1997.

”Hukum pada waktu itu sangat ketat mengatur bagaimana merawat jenazah. Namun, begitu mereka berubah menjadi abu, pemerintah tidak memiliki kebijakan yang komprehensif untuk mereka,” ujarnya.

Penduduk etnis China di Hong Kong sebenarnya secara historis lebih menyukai prosesi penguburan. Namun, pemerintah kemudian memopulerkan prosesi kremasi pada 1960-an. Ini menjadi perubahan yang tidak hanya terjadi di Hong Kong, tetapi juga kota-kota yang padat di seluruh Asia.

Kini, 95 persen kematian Hong Kong dikremasi setiap tahun yang oleh Chau dikaitkan dengan perubahan adat istiadat sosial. Pemerintah Hong Kong memperkirakan kematian akan meningkat 14 persen menjadi 61.100 kematian per tahun pada 2031.

Sampai sejauh ini, pemerintah menyebutkan masih ada 25 persen ruang yang kosong di antara 425.000 tempat kolumbarium publik yang tersedia. Wing Wong (43) tahun lalu menguburkan ayahnya di Tsang Tsui Columbarium, kompleks seluas 4.800 meter persegi di sudut barat laut Hong Kong yang mulai beroperasi pada 2021.

”Kehilangan orang yang dicintai sudah cukup menyakitkan. Makin menjadi siksaan bagi anggota keluarga jika mereka tidak bisa mendapatkan tempat untuk menyimpan abu dan kita tidak tahu harus sampai berapa lama menunggu,” kata Wong.

Ia dan keluarganya memilih lokasi yang dikelola pemerintah karena fengsuinya bagus dan yang terpenting harganya lebih terjangkau. ”Ayah saya pernah bilang ingin pemandangan laut dengan ceruk miring ke arah laut. Jadi, kami tempatkan dia di lokasi yang dekat laut, sesuai keinginannya,” kata Wong.

Shan Sum, yang terletak di kawasan industri tua Kwai Chung kini bukan lagi menjadi tempat paling mahal di Hong Kong untuk orang mati.

Menurut Dewan Konsumen Hong Kong, ceruk paling mahal dari semuanya ada di kompleks mirip kuil di pinggiran utara Fanling. Tempat peristirahatan yang menguntungkan itu berharga $660.000 (HK$5,2 juta) – dan angka itu bahkan tidak termasuk biaya manajemen minimal $25.000 (HK$200.000) untuk menutupi biaya pemeliharaan dan tambahan.

Investasi semacam itu mungkin masih tampak tidak terlalu mahal mengingat bahwa itu bersifat jangka panjang, tetapi di kolumbarium pribadi seperti Shan Sum tidak menawarkan tempat peristirahatan untuk selama-lamanya.

Abu dapat disimpan di sana hanya berlaku selama ada izin/lisensi yang dikeluarkan oleh pemerintah Hong Kong. Lisensi ini memiliki batas 10 tahun dan dapat memakan waktu bertahun-tahun untuk pengawasan di mana izin Shan Sum berlaku hingga 2033. (AFP/CNN/Kompas/living.co.id/009)